Powered By Blogger

Minggu, 12 Juni 2011

A. Konsep ontologi Aristoteles!
Menurut aristoteles, ontologi pada dasarnya dimaksudkan untuk mencari makna ada dan struktur umum yang terdapat pada ada, struktur yang dinamakan kategori dan susunan ada. Akan tetapi pencarian aristoteles menunjukan bahwa pertanyaan mengenai makna ada membawa kita pada penghargaan terhadap keajaiban eksistensi manusia sedangkan studi mengenai kategori membawa pada sebab pertama, asal usul dari segala sesuatu (Tuhan). Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa motif yang sesungguhnya dalam studi mengenal ontologi adalah jastifikasi atau evokasi terhadap agama, disamping jastifikasi atas pengetahuan dan emosi etis.[1]
            Ketika berbicara tentang ontologi maka, kita berbica tentang suatu hakikat dari sesuatu. Aristoteles dalam metaphysics menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran (mayer:152). salah satu teori metafisika Aristoteles yang penting ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa matter dan form itu bersatu; matter memberikan substansi sesuatu, form memberikan pembungkusnya. Setiap objek tewrdiri atas matter dan form (Mayer:155). Jadi, ia telah mengatasi Dualisme Plato yang memisahkan matter dan form; bagi Plato matter dan form berada sendiri-sendiri. Ia juga berpendapat bahwa matter itu potensial dan form itu aktualitas. Namun, ada substansi ynag murni form, tanpa potentiality, tanpa matter, yaitu Tuhan. Aristoteles percaya adanya Tuhan. Bukti adanya tuhan menurutnya ialah Tuhan sebagai penyebab gerak (a firt cause of motion). Tuhan itu menurut Aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia todak berhubungan dengan (tidak memperdulikan) ala mini, ia bukan persona. Ia tidak memperhatikan do’a dan keinginan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita tidak ush mengharap Ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi, dan kita mencontoh kesana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita (Mayer:159). Pada Aristoteles kita menyaksikan bahwa pemikiran filsafat lebih maju, dasar-dasar sains diletakan. Tuhan dicapai dengan akal, tetapi ia percaya pada Tuhan.  Jasadnya dalam menolong Plato dan Socrates memerangi orangb sofis ialah karena bukunya yang menjelaskan palsunya logika yang digunakan oleh tokoh-tokoh sufisme.[2]
Kemudian di buku lain disebutkan bahwa;
a.                   Aristoteles entelechy
Aristoteles menyebutkan hakiakat segala kenyataan yang ada itu entelechy, yakni sesuatu yang telah sempurna dalam dirinya sendiri, tidak mungkin lagi sesuatu masuk kedalamnya. Teori entelechy ini selanjutnhya tidak banyak bedanya dengan teori monade.[3]
b.                  Serbadua Aristoteles
Aristoteles berteori bahawa ada bentuk dan zat. Zat ialah kemungkinan saja, yang baru berarti apabila ia mendapat bentuk. Yang dinamakan bentuk pada manusia adalah jiwanya. Yang semata-mata bentuk ialah Tuhan.[4]
c.                   Sintesa Aristoteles
Aristoteles mencocokan serbasawat kadalam serabasatu. Untuk mengerti sesuatu, harus diketahui empat jenis sebab:
Ø    Sebab zat (zat yang menjadikan sesuatu)
Ø    Sebab bentuk (mengenai hukum bagaimana sesuatu terbentuk)
Ø    Sebab aktif (yang meyebabkan bentuk itu bekerja atas zat)
Ø    Sebab tujuan (yang meyebabkan tujuan yang dikehendaki tercapai)
Dalam alam segala perubahan terjadi semata-mata karena perubahan tempat atau gerak. Dala lapangan ini yang berkuasa hanay hgukum sebab-akibat. Sebaliknya segala kejadian, tujuannya menimbulakan sesuatu bentuk atau tenaga. Alam tidak pernah berlaku tanpa tujuan. Termasuk dalam hukum tujuan (serbatuju). Kausalitas adalah alat alam untuk mencapai tujuan, tetapi sebab sebab yang sesungguhnya adalah tujuan.[5]
B. Konsep filsafat empirisme, juga sebutkan tokoh-tokohnya!
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pangalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme adalah lawan rasionalisme. Untuk memahami isi doktrin ini perlu dipahami lebih dahulu dua cirri pokok empirisme, yaitu mengenai teori tentang makna dan teori tentang pengetahuan. Teori tentang makan pada aliran empirisme biasanya dinyatakan sebagai teori pengetahuan, yaitu asal-usul ifdea atau konsep. Filasafat empirisme tentang teori makan amat berdekatan dengan aliran positivisme logis (logical positivism) dan filsafat Ludwig Wittgenstein. Akan tetapi, teori makan dan empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang empiris jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola (pattern) jumlah yang dapat diindera, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama. Teori yang kedua, yaitu teori pengetahuan, dapat diringkaskan sebagai berikut. Menurut orang rasioanalis ada beberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian tentu mempunyai sebab, dasar-dasar matekatika, dan beberapa prinsip dasar etika, dan kebenaran-kebenaran umum seperti beberapa konsep dasar etika, dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran a priori yang diperoleh lewat intuisi rasional. Empirisme menolak pendapat itu,. Tidak ada kemampuan intuisi rasional itu. Semua kebenaran yang disebut tadi adalah kebenaran yang diperoleh lewat observasi jadi ia kebenaran a posteriori, (Uaraian ini disingkatkan dari encyclopedia Americana: 10.).[6]  
Tokoh-tokoh empirisme:
1.                  John locke (1632-1704)
John locke adalah filosof Inggris. Ia lahir di Wrigton, Somersetshire, pada tahun 1632. Inti teorinya:
Ide-ide tentang primary qualities objek ada pada objek itu, pola mereka ada pada objek itu sendiri, tetapi idea yang dihasilkan dalam jiwa kita oleh secondary qualities tidak berada pada objek itu. Jadi, idea yang ada pada jiwa kita tidak sama dengan yang ada pada objek. Yang kita ambil dari objek itu adalah power untuk menghasilkan sensasi itu dalam diri kita: apa yang kita pahami sebagai manis, biru, panas dalam idea kita tidak lainadalah besaran, bentuk, dan gerak pada bagian dari objek (part) yang tidak dapat kita indera; part itu ada di dalam objek itu.[7]
2.                  David Hume (1711-1776)
Argumen Hume yang menentang prinsip kausalitas universal dan prinsip induksi pada dasarnya merupakan argument menentang rasionalisme pada umunya. Ia mengatakan bahwa hanya dengan berfikir, tanfa informasi dari pengalaman, kita mengetahui apa-apa tentang dunia. Dengan bantuan pengalaman juga kita tidak dapat mengetahui hakiakat sesuatu. Nah, jelaslah sudah sifat skeptic pada Hume. Apa alasan bagi skeptic ini? Juga tidak ada, kata Hume. Tidak ada jalan keluar dari skeptic, katanya. Akan tetapi, sebenarnya, denmikian Hume, hal itu tidak hanya pada filsafat, tidak hanya pada pemikiran akal. Bahkan tentang apakah matahari akan terbit besok, kita tidak tahu apa-apa.[8]
3.                  Herbert Spencer (1820-1903)
Filsafat Herbert Spencer berpusat pada teori evolusi. Sembilan tahunsebelum terbitnya karya Darwin yang terkenal, The Origen of Species (18590, Spencer sudah menerbitkan bukunya tentang teori evolusi. Empirismenya terlihat jelas dalam filsafatnya tentang the great unknowable. Menurut Spencer, kita hanya dapat mengenali fenomena-fenomena atau gejala-geajala. Memang benar didibelakang gejala-gejala itu ada suatu dasar absolute, tetapi yang absolute itu tidak dapat kita kenal. Secara prinsip pengenalan kita hanya menyangkut relasi-relasi antara gejala-gejala. Di belakang gejal-gejala ada sesuatu yang oleh Spencer disebut “yang tidak diketahui” (the great unknowable). Sudah jelas, demikian Spencer, metafisika menjadi tidak mungkin (Bertens, 1979:76).[9] 
C. New age movement
Gerakan New Age adalah Barat spiritual gerakan yang berkembang pada paruh kedua abad ke-20. Sila utamanya telah digambarkan sebagai "menggambar di Timur dan Barat spiritual dan metafisik tradisi dan kemudian menanamkan mereka dengan pengaruh dari self-help dan motivasi psikologi , kesehatan holistik , parapsikologi , penelitian kesadaran dan fisika kuantum ".  Hal ini bertujuan untuk menciptakan "spiritualitas tanpa batas atau dogma keliling" yang inklusif dan pluralistik . Satu lagi ciri utamanya adalah memegang "pandangan dunia holistik," demikian menekankan bahwa Pikiran, Tubuh dan Roh saling berhubungan  dan bahwa ada suatu bentuk Monisme dan persatuan seluruh alam semesta. Lebih lanjut upaya untuk menciptakan "sebuah pandangan dunia yang meliputi ilmu pengetahuan dan spiritualitas"  dan dengan demikian mencakup sejumlah bentuk ilmu pengetahuan dan pseudosains .
Menurut penulis Nevill Drury , asal-usul gerakan ini dapat ditemukan di abad 18 dan 19, terutama melalui karya-karya esotericists Emanuel Swedenborg , Franz Mesmer , Helena Blavatsky dan George Gurdjieff , yang meletakkan beberapa prinsip dasar filosofis yang akan kemudian mempengaruhi gerakan. Ini akan mendapatkan momentum lebih lanjut pada tahun 1960, mengambil pengaruh dari metafisika , self-help psikologi , dan berbagai guru India yang berkunjung Barat selama dekade itu.
Gerakan New Age mencakup unsur-unsur spiritual yang lebih tua dan tradisi keagamaan mulai dari ateisme dan monoteisme melalui panteisme klasik , panteisme naturalistik , dan panenteisme untuk kemusyrikan dikombinasikan dengan sains dan filsafat Gaia , khususnya archaeoastronomy , astronomi , ekologi , environmentalisme , yang hipotesis Gaia , psikologi , dan fisika . New Age praktek dan filosofi kadang-kadang mengambil inspirasi dari besar agama-agama dunia : Buddhisme , Taoisme , agama rakyat Cina , Kristen , Hindu , Islam , Yudaisme , Sikhisme , dengan pengaruh kuat dari agama-agama Asia Timur , Gnostisisme , Neopaganism , New Thought , Spiritualisme , Teosofi , universalisme , dan esoterisme Barat . The New Age Istilah mengacu pada kedatangan astrologi Age of Aquarius.

 
Daftar Pustaka:
Prof. Dr. Ahmad Tafsir. 2010. Filsafat Umum. Bandung: PT. Rosda Jaya.
Sidi Gazalba. Sistematika Filsafat. Jakarta: PT. Bulan Bintang
Dr. Zainal Abidin. 2011. Pengantar filsafat Barat. Jakarta: Rajawali Pers.


[1] Dr. Zainal Abidin, Pengantar filsafat Barat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), cet. ke-1, hal. 65.
 
[2] Prof. Dr. Ahmad Tafsir. Filsafat Umum. (Bandung: PT. Rosda Jaya), hal. 61
[3] Sidi Gazalba. Sistematika Filsafat. (Jakarta: PT. Bulan Bintang), hal. 27
[4] Ibid, hal. 70
[5] Sidi Gazalba. Sistematika Filsafat. (Jakarta: PT. Bulan Bintang), hal. 113
[6] Prof. Dr. Ahmad Tafsir. Filsafat Umum. (Bandung: PT. Rosda Jaya), hal. 173-174
[7] Ibid, hal. 173-174
[8] Prof. Dr. Ahmad Tafsir. Filsafat Umum. (Bandung: PT. Rosda Jaya), hal. 186
[9] Ibid, hal. 186-187
Header Lengkap
Balas Balas Semua Teruskan Teruskan

Senin, 23 Mei 2011

Makalah Empirisme

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya mampu menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Makalah ini membahas tentang Empirisme. Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.   
Saya berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi pengetahuan yang bermanfaat bagi para pembaca.
Tak ada gading yang tak retak, begitu pula makalah yang saya buat ini, masih banyak memiliki kekurangan. Untuk itu saya harapkan saran, kritik, komentar dan masukan yang membangun.

                                                                                            Bandung, 22 Maret 2011

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..2
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..3
a.       Latar belakang………………………………………………………….3
b.      Rumusan Masalah……………………………………………………...3
c.       Maksud dan Tujuan…………………………………………………....3
d.      Sistematika Penulisan…………………………………………………..4
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………...5
a.       Tiga tokoh empirisme dan latar belakangnya………………………......5
b.      Aspek Ontologi paham empirisme……………………………………..6
c.       Aspek Epistimologi paham empirisme………………………………..12
d.      Aspek Aksiologi paham empirisme…………………………………..13
e.       Kritik terhadap paham empirisme…………………………………....13
BAB III PENUTUP………………………………………………………...18
Kesimpulan…………………………………………………………18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………....21



BAB I
PENDAHULUAN
a.      Latar belakang
Sumber pengetahuan dalam diri manusia itu banyak sekali. Salah satu paham yang memaparkan tentang sumber pengetahuan adalah paham empirisme. Empirisme adalah merupakan paham yang mencoba memaparkan dan menjelaskan bahwa, sumber pengetahuan manusia itu adalah pengalaman. Paham ini dikemukakan oleh beberapa pakar filsafat diantaranya John Locke, David Home dan George Berkeley. Mereka adalah pakar filsafat yang berasal dari Inggris.
b.      Rumusan Masalah
1.      Siapa Tokoh empirisme dan latar belakangnya?
2.      Bagaimana Aspek Ontologi paham empirisme?
3.      Bagaimana Aspek Epistimologi paham empirisme?
4.      Bagaimana Aspek Aksiologi paham empirisme?
5.      Bagaimana Kritik paham-paham lain terhadap paham empirisme?
c.       Maksud dan Tujuan
1.      Mengetahui Tokoh empirisme dan latar belakangnya
2.      Mengetahui Aspek Ontologi paham empirisme
3.      Mengetahui Aspek Epistimologi paham empirisme
4.      Mengetahui Aspek Aksiologi paham empirisme
5.      Mengetahui Kritik paham-paham lain terhadap paham empirisme

d.      Sistematika Penulisan
Bab I terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan juga sistematika penulisan yang terdapat pada makalah ini.
Bab II terdiri dari isi yang membahas mengenai permasalahan yang ada pada rumusan masalah, yaitu mengenai paham empirisme.
Bab III merupakan bab penutup dimana hanya terdapat kesimpulan dari apa yang dibahas pada makalah ini.












BAB II
PEMBAHASAN
a.                  Tiga tokoh Emperisme dan latar belakangnya
John Locke (lahir 29 Agustus 1632 – meninggal 28 Oktober 1704 pada umur 72 tahun) adalah seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal. Bersama dengan rekannya, Isaac Newton, Locke dipandang sebagai salah satu figur terpenting di era Pencerahan. Selain itu, Locke menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu. Kemudian Locke juga menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Tulisan-tulisan Locke tidak hanya berhubungan dengan filsafat, tetapi juga tentang pendidikan, ekonomi, teologi, dan medis. Karya-karya Locke yang terpenting adalah "Esai tentang Pemahaman Manusia" (Essay Concerning Human Understanding), Tulisan-Tulisan tentang Toleransi" (Letters of Toleration), dan "Dua Tulisan tentang Pemerintahan" (Two Treatises of Government).
David Hume (lahir 26 April 1711 – meninggal 25 Agustus 1776 pada umur 65 tahun) adalah filsufSkotlandia, ekonom, dan sejarawan. Dia dimasukan sebagai salah satu figur paling penting dalam filosofi barat dan Pencerahan Skotlandia. Walaupun kebanyakan ketertarikan karya Hume berpusat pada tulisan filosofi, sebagai sejarawanlah dia mendapat pengakuan dan penghormatan. Karyanya The History of EnglandKarya Macaulay. merupakan karya dasar dari sejarah Inggris untuk 60 atau 70 tahun sampai
George Berkeley adalah seorang filsuf Irlandia yang juga menjabat sebagai uskup di Gereja Anglikan. Bersama John Locke dan David Hume, ia tergolong sebagai filsuf empiris Inggris yang terkenal. Ia dilahirkan pada tahun 1685 dan meninggal pada tahun 1753. Berkeley mengembangkan suatu pandangan tentang pengenalan visual tentang jarak dan ruang. Selain itu, ia juga mengembangkan sistem metafisik yang serupa dengan idealisme untuk melawan pandangan skeptisisme.
b.         Aspek Ontologi Paham Empirisme
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George Berkeley dan John Locke.[1]

Empirisme Dalam filsafat , Empirisisme adalah teori pengetahuan yang menyatakan pengetahuan yang datang melalui sensori pengalaman . Empirisme adalah salah satu dari beberapa pandangan yang mendominasi bersaing dalam studi pengetahuan manusia, yang dikenal sebagai epistemologi . Empirisme menekankan peran pengalaman dan bukti , terutama persepsi sensorik , dalam pembentukan gagasan, atas gagasan ide-ide bawaan atau tradisi berbeda dengan, misalnya, rasionalisme yang bergantung pada akal dan dapat menggabungkan pengetahuan bawaan.

Empirisme kemudian, dalam filsafat ilmu , menekankan aspek-aspek pengetahuan ilmiah yang terkait erat dengan bukti, terutama seperti yang ditemukan dalam percobaan. Ini adalah bagian mendasar dari metode ilmiah bahwa semua hipotesis dan teori harus diuji terhadap pengamatan dari alam , bukan hanya beristirahat apriori penalaran , intuisi , atau wahyu . Hence, science is considered to be methodologically empirical in nature. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dianggap metodologis empiris di alam.  
Ini berasal dari bahasa Yunani ἐμπειρία kata, yang diterjemahkan ke experientia Latin, dari mana kita berasal pengalaman kata. Ini juga berasal dari penggunaan tertentu klasik Yunani dan Romawi lebih empiris , mengacu pada seorang dokter yang berasal keterampilan dari pengalaman praktis sebagai lawan instruksi dalam teori.
Kelemahan dari paham ini adalah :
a)      Indera menipu
b)      Indera terbatas
c)      Objek menipu
d)     Objek dan indera menipu
Beberapa Jenis Empirisme:
1.         Empirio-kritisisme
Disebut juga Machisme. ebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.
2.         Empirisme Logis
Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut :
a)      Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
b)      Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika
c)      Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
3.         Empiris Radikal
            Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untukkeraguan. Dalam situasi semacam iti, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.[2]
·                 John Locke (1632-1704)
Pendiri empirisme Inggris salah seorang penganut empirisme, yang juga Bapak Empirisme mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirka, keadaan akalanya masih bersih ibarat kertas yang kosong yang belum bertuliskan apa pun (tabularasa). Pengetahuan baru muncul ketika indera manusia menimba pengalaman dengan cara melihat dan mengamati berbagaian kejadian dalam kehidupan. Kertas tersebut mulai bertuliskan berbagai pengalaman indrawi. Seluruh sisa pengetahuan bisa diketahui dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari pengindraan serta refleksi yang pertama dan sederhana (Juhaya S. Pradja, 1997:18).
Akal semacam tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil pengindraan. Hal ini berarti bahwa semua pengetahuan manusia -betapa pun rumitnya- dapat dilacak kembali sampai pada pengalaman-pengalaman indrawi yang telah tersimpanan rapi di dalam akal. Jika terdapat pengalaman yang tidak tergali oleh daya ingatan akal, itu berarti merupakan kelemahan akal, sehingga hasil pengindraan yang menjadi pengalaman manusia tidak lagi dapat diaktualisasikan. Dengan demikian, bukan lagi sebagai ilmu pengetahuan yang faktual.

·              George Barkeley (1685-1753)
Pada era modern, muncul pula George Barkeley yang berpandangan bahwa seluruh gagasan dalam pikiran atau ide dating dari pengalaman dan tidak ada jatah ruang bagi gagasan yang lepas begitu saja dari pengalaman. Oleh karena itu, idea tidak bersifat independen. Pengalaman konkret adalah “mutlak” sebagai sumber pengetahuan utama bagi manusia, karena penalaran bersifat abstrak dan membutuhan rangsangan dari pengalaman. Berbagai gejala fisikal akan ditangkap oleh indra dan dikumpulkan dalam daya ingat manusia, sehingga pengalaman indrawi menjadi akumulasi pengetahuan yang berupa fakta-fakta. Kemudian, upaya aktualisasinya dibutuhkan akal. Dengan demikian, fungsi akal tidak sekedar menjelaskan dalam bentuk-bentuk khayali semata-mata, melainkan dalam konteks yang realistik.
·                     David Hume (1711-1776)
Dia ikut dalam berbagai pembahasan tersebut dan memengaruhi perkembangan dua aliran. Aliran yang dipengaruhinya adalah skeptisisme dan empirisme.
Dalam hal skeptisisme, Hume mencurigai pemikiran filsafat dan di antara pemikirannya adalah bahwa prinsip kausalitas (sebab akibat) itu tidak memiliki dasar. Ia juga seorang agnostik, yakni orang yang berpendirian bahwa adanya Tuhan itu tidak dapat dibuktikan dan tidak dapat diingkari. Dalam hal empirisme, suatu pandangan yang mengatakan bahwa segala pengetahuan itu berasal dari pengalaman. Walaupun mungkin ada suatu dunia di luar kesedaran manusia, namun hal ini tidak dapat dibuktikan. Ia menolak sketisime, skeptisisme menurut beberapa filsuf adalah pandangan bahwa akal tidak mampu sampai pada kesimpulan, atau kalau tidak, akal tidak mampu melampaui hasil-hasil yang paling sederhana.[3] 
c.         Aspek Epistimologi Paham Empirisme
Metode Empiris dan penelitian empiris, Konsep sentral dalam ilmu pengetahuan dan metode ilmiah adalah bahwa semua bukti harus empiris, atau berbasis empiris, yaitu, bergantung pada bukti-bukti yang diamati oleh indera. Hal ini dibedakan dari penggunaan filosofis empirisme oleh penggunaan kata sifat "empiris" atau adverbia yang "empiris". Empiris yang digunakan bersama dengan baik alam dan ilmu-ilmu sosial , dan mengacu pada penggunaan kerja hipotesis yang dapat diuji menggunakan pengamatan atau percobaan. Dalam arti kata, laporan ilmiah untuk tunduk dan berasal dari pengalaman kami atau observasi.
Dalam arti kedua "empiris" dalam ilmu dan statistik mungkin identik dengan "eksperimental". Dalam hal ini, hasil pengamatan empiris adalah eksperimental. Istilah semi-empiris yang kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan metode teoritis yang menggunakan dasar aksioma , hukum ilmiah didirikan, dan hasil eksperimen sebelumnya dalam rangka untuk terlibat dalam pembentukan model beralasan dan penyelidikan teoritis.[4]

d.            Aspek Aksiologi Paham Empirisme
Dalam hal ini, Nilai kegunaan yang akan kita temukan pada paham ini adalah seberapa pentingnya pengalamn dalam hidup kita di dunia ini. “The Experience Is The Best Teacher”, mungkin kata tadi sudah tidak asing bagi kita. Tapi, kata tersebut terbukti apalagi diperkuat dengan adanya paham ini. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan manusia, yang jelas-jelas mendahului rasio. Tanpa pengalaman, rasio tidak memiliki kemampuan untuk memberikan gambaran tertentu, kalaupun menggambarkan sedemikian rupa, tanpa pengalaman, hanyalah khayalan belaka.
e.             Kritik Paham Empirisme
Rasionalisme tidak seperti emperisme yang menerima pengalaman- pengalaman batiniah. Bagi rasionalisme, hanya pengalaman indera yang benar-benar sebagai sumber pengetahuan yang faktual, sedangkan yang lainnya tidak berarti apa-apa. Rasionalisme meragukan semua pandangan empirisme.[5]
Kritik terhadap empirisme yang diungkapkan oleh Honer dan Hunt (1968) dalam Suriasumantri (1994) terdiri atas tiga bagian. Pertama, pengalaman yang merupakan dasar utama empirisme seringkali tidak berhubungan langsung dengan kenyataan obyektif. Pengalaman ternyata bukan semata-mata sebagai tangkapan pancaindera saja. Sebab seringkali pengalaman itu muncul yang disertai dengan penilaian. Dengan kajian yang mendalam dan kritis diperoleh bahwa konsep pengalaman merupakan pengertian yang tidak tegas untuk dijadikan sebagai dasar dalam membangun suatu teori pengetahuan yang sistematis. Disamping itu pula, tidak jarang ditemukan bahwa hubungan berbagai fakta tidak seperti apa yang diduga sebelumnya.
Kedua, dalam mendapatkan fakta dan pengalaman pada alam nyata, manusia sangat bergantung pada persepsi pancaindera. Pegangan empirisme yang demikian menimbulkan bentuk kelemahan lain. Pancaindera manusia memiliki keterbatasan. Sehingga dengan keterbatasan pancaindera, persepsi suatu obyek yang ditangkap dapat saja keliru dan menyesatkan.
Ketiga, di dalam empirisme pada prinsipnya pengetahuan yang diperoleh bersifat tidak pasti. Prinsip ini sekalipun merupakan kelemahan, tapi sengaja dikembangkan dalam empirisme untuk memberikan sifat kritis ketika membangun sebuah pengetahuan ilmiah. Semua fakta yang diperlukan untuk menjawab keragu-raguan harus diuji terlebih dahulu. Dewey menyebutkan bahwa hal yang paling buruk dari metode empiris adalah pengaruhnya terhadap sikap mental manusia. Beberapa bentuk mental negatif yang dapat ditimbulkan oleh metode empiris antara lain: sikap kemalasan dan konservatif yang salah. Sikap mental seperti ini menurutnya, lebih berbahaya daripada sekedar memberi kesimpulan yang salah. Sebagai contoh dikatakan bahwa apabila ada suatu penarikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan pengalaman masa lalu menyimpang dari kebiasaan, maka kesimpulan tersebut akan sangat diremehkan. Sebaliknya, apabila ada penegasan yang berhasil, maka akan sangat dibesar-besarkan.
Terhadap empirisme Immanuel Kant juga memberi kritiknya bahwa meskipun empirisme menolak pengetahuan yang berasal dari rasio, tetapi pengalaman dan persepsi yang merupakan dasar kebenaran dalam empirisme tidak dapat memberi suatu pengetahuan yang kebenarannya adalah universal dan bernilai penting.
Kritik lain yang juga diungkapkan oleh Brower dan Heryadi (1986) bahwa tidak mungkin unsur-unsur khusus menghasilkan suatu kebenaran yang bersifat universal. Meskipun diakui bahwa munculnya pengetahuan dan legitimasinya berasal dari pengamatan, tetapi pada kenyataan tidak semua sumber pengetahuan hanya terdapat dalam pengamatan.
Telaah terhadap kritik yang ditujukan kepada empirisme tidak dimaksudkan untuk menimbulkan keraguan tentang peranan empirisme dalam pembentukan pengetahuan melalui metode ilmiah. Kritik kepada empirisme haruslah dipandang sebagai acuan dalam mencari solusi alternatif mengatasi kelemahan-kelemahan dalam empirisme. Penggunaan pancaindera yang memiliki keterbatasan harus dibantu dengan teknologi yang sempurna untuk menyempurnakan pengamatan. Metode-metode eksperimen yang dijalankan harus ditetapkan secara benar sehingga bias karena keterbatasan pengamatan manusia dapat diminimalisasikan.
Pengalaman-pengalaman yang dibangun sebagai dasar kebenaran harus didukung dengan teori-teori yang relevan. Bergantung pada pengalaman pribadi saja bisa menimbulkan subyektivitas yang tinggi. Oleh sebab itu kajian terhadap pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada sebelumnya harus dilakukan sehingga kebenaran yang ingin didapatkan memiliki sifat obyektivitas yang tinggi. Pengetahuan tidak semata-mata mulai dari pengalaman saja, tetapi ia harus menjelaskan dirinya dengan pengalaman-pengalaman itu.
Dari sudut pandang yang lain, kritik terhadap empirisme perlu juga dipahami sebagai kritik terhadap ilmu pengetahuan. Dengan adanya keterbatasan dalam empirisme sebagai salah satu prosedur dari metode ilmiah, memberi gambaran kepada kita bahwa kebenaran dalam ilmu pengetahuan bukanlah satu-satunya kebenaran yang ada. Tetapi sebagai ilmuwan, kita harus dengan rendah hati mengakui bahwa di luar ilmu pengetahuan masih terdapat kebenaran lain. Dengan demikian, kebenaran ilmu pengetahuan tidak bisa berjalan sendiri, tetapi didalam membangun keharmonisan dan keseimbangan hidup, kebenaran ilmu pengetahuan perlu berdampingan dengan kebenaran-kebenaran dari pengetahuan lain, seperti seni, etika dan agama. Pengetahuan-pengetahuan lain di luar ilmu pengetahuan ilmiah perlu dipahami pula dengan baik oleh para ilmuwan agar dapat menciptakan atau menghasilkan nuansa yang lebih dinamis pada pengetahuan ilmiah.[6]
Kritik fenomenologi atas empirisme logis adalah: Bagaimana mungkin manusia dapat menyelidiki fakta bahasa sedangkan realitas dunia—atau sebagai realitas bahasa—adalah bagian dirinya sendiri yang manunggal itu? Kalau jawaban itu digunakan untuk menjawab pertanyaan esensial tentu tidak mungkin. Karena subjek dalam pertanyaan esensial harus melepaskan diri dari objek. Pertanyaan ini bisa dijawab manakala manusia menyetujui atas posisi kemanunggalannya antara subjek dan objek.
Jadi subjek manusia yang merengkuh objek dalam tindak epistemologis adalah tidak mungkin. Apalagi dengan pendekatan analitika bahasa yang menyelidiki realitas dunia pada fakta bahasanya. Subjek dan objek—dualisme epistemologi—adalah sesuatu yang tidak dapat dibedakan, mengingat fenomenologi eksistensial menisbatkan manusia dan realitas dunia dalam satu lokus.[7]









BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George Berkeley dan John Locke.
Kelemahan dari paham ini adalah :
e)      Indera menipu
f)       Indera terbatas
g)      Objek menipu
h)      Objek dan indera menipu
Jenis-jenis empirisme :
1.                  Empirio-kritisisme
2.                  Empirisme Logis
3.                  Empiris Radikal
Metode Empiris dan penelitian empiris, Konsep sentral dalam ilmu pengetahuan dan metode ilmiah adalah bahwa semua bukti harus empiris, atau berbasis empiris, yaitu, bergantung pada bukti-bukti yang diamati oleh indera.
Tanpa pengalaman, rasio tidak memiliki kemampuan untuk memberikan gambaran tertentu, kalaupun menggambarkan sedemikian rupa, tanpa pengalaman, hanyalah khayalan belaka.
Kritik-kritik bagi paham empirisme :
Honer dan Hunt (1968) dalam Suriasumantri (1994) terdiri atas tiga bagian. Pertama, pengalaman yang merupakan dasar utama empirisme seringkali tidak berhubungan langsung dengan kenyataan obyektif.
Kedua, dalam mendapatkan fakta dan pengalaman pada alam nyata, manusia sangat bergantung pada persepsi pancaindera.
Ketiga, di dalam empirisme pada prinsipnya pengetahuan yang diperoleh bersifat tidak pasti. Prinsip ini sekalipun merupakan kelemahan, tapi sengaja dikembangkan dalam empirisme untuk memberikan sifat kritis ketika membangun sebuah pengetahuan ilmiah.
Immanuel Kant juga memberi kritiknya bahwa meskipun empirisme menolak pengetahuan yang berasal dari rasio, tetapi pengalaman dan persepsi yang merupakan dasar kebenaran dalam empirisme tidak dapat memberi suatu pengetahuan yang kebenarannya adalah universal dan bernilai penting.
Brower dan Heryadi (1986) bahwa tidak mungkin unsur-unsur khusus menghasilkan suatu kebenaran yang bersifat universal.
Beni Ahmad Saebani dalam bukunya yang berjudul Filsafat Ilmu, mengatakan bahwa Rasionalisme tidak seperti emperisme yang menerima pengalaman- pengalaman batiniah. Bagi rasionalisme, hanya pengalaman indera yang benar-benar sebagai sumber pengetahuan yang faktual, sedangkan yang lainnya tidak berarti apa-apa. Rasionalisme meragukan semua pandangan empirisme.
Kritik fenomenologi atas empirisme logis adalah: Bagaimana mungkin manusia dapat menyelidiki fakta bahasa sedangkan realitas dunia—atau sebagai realitas bahasa—adalah bagian dirinya sendiri yang manunggal itu? Kalau jawaban itu digunakan untuk menjawab pertanyaan esensial tentu tidak mungkin. Karena subjek dalam pertanyaan esensial harus melepaskan diri dari objek. Pertanyaan ini bisa dijawab manakala manusia menyetujui atas posisi kemanunggalannya antara subjek dan objek.









DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. diakses dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Empirisme. tanggal 14 Maret 2011, pukul. 13.00 WIB.
Anonim. 2011. diakses dari: http//andre.com/empirisme. tanggal 14 Maret 2011, pukul. 13.00 WIB.
Anonim. 2011. diakses dari : http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://en. wikipedia.org/wiki/Empiricism&ei=VCqbTbCdIojJrAfOpLzlBg&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum =2&ved=0CCMQ7gEwAQ&prev=/search%3Fq%3Dempirisme%26hl%3Did%26client%3  Dfirefox-a%26hs%3DjzS%26rls%3Dorg.mozilla:enUS:official%26channel%3Ds%26prmd%3 Divnsb. tanggal 14 Maret 2011, pukul. 13.00 WIB.
Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu, bandung;CV Pustaka Setia, 2009.
Anonim. 2011. diakses dari: http:// Prasetyo.com/post/detail/14925/empirisme, tanggal 14 Maret 2011, pukul. 13.00 WIB.
Anonim. 2011. diakses dari: http:// Indera.com /empirisme, tanggal 14 Maret 2011, pukul. 13.00 WIB.
Lorens bagus. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. 1996.





                          



[1] diakses dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Empirisme. tanggal 14 Maret 2011, pukul. 13.00 WIB.

[2] Diakses dari: http//andre.com/empirisme. tanggal 14 Maret 2011, pukul. 13.00 WIB.
[3] Lorens bagus. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. 1996. Hal. 1017-1018.
[4] diakses dari : http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/ Empiricism& ei=VCqbTbCdIojJrAfOpLzlBg&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=2&ved= 0CCMQ7gEwAQ&prev=/search%3Fq%3Dempirisme%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a% 26 hs%3DjzS%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26channel%3Ds%26prmd%3Divnsb. tanggal 14 Maret 2011, pukul. 13.00 WIB.
[5] Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu, bandung;CV Pustaka Setia, 2009, hal. 96.
[6] diakses dari: http:// Prasetyo.com/post/detail/14925/empirisme, tanggal 14 Maret 2011, pukul. 13.00 WIB.
[7] Diakses dari: http:// Indera.com /empirisme, tanggal 14 Maret 2011, pukul. 13.00 WIB.